Sejarah
perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi umumnya yang diawali
dengan penemuan roda. Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu
kereta (rangkaian), kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu
rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi (rel) dan
dinamakan trem. Kereta seperti ini juga digunakan di daerah pertambangan dimana
terdapat lori yang dirangkaikan dan ditarik dengan tenaga kuda.
Setelah James Watt menemukan mesin uap, Nicolas Cugnot membuat kendaraan beroda tiga bertenaga uap. Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda besi. Kemudian Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan dengan kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum. George Stephenson menyempurnakan lokomotif tersebut dan memenangi perlombaan balap lokomotif untuk kemudian digunakan di jalur Liverpool-Manchester. Waktu itu lokomotif uap yang digunakan berkonstruksi belalang. Penyempurnaan demi penyempurnaan dilakukan untuk mendapatkan lokomotif uap yang lebih efektif, berdaya besar, dan mampu menarik kereta lebih banyak.
Penemuan listrik
oleh Michael Faraday membuat beberapa
penemuan peralatan listrik yang diikuti penemuan motor listrik. Motor listrik
kemudian digunakan untuk membuat trem listrik yang merupakan cikal bakal kereta
api listrik. Kemudian Rudolf Diesel
memunculkan kereta api bermesin diesel yang lebih bertenaga dan lebih efisien
dibandingkan dengan lokomotif uap. Seiring dengan berkembangnya teknologi
kelistrikan dan magnet yang lebih maju, dibuatlah kereta api magnet yang
memiliki kecepatan di atas kecepatan kereta api biasa. Jepang dalam waktu
dekade 1960-an mengoperasikan kereta api Super Ekspress Shinkanzen dengan rute Tokyo-Osaka yang akhirnya
dikembangkan lagi sehingga menjangkau hampir seluruh Jepang.
Sejarah
perkeretaapian di Indonesia dimulai pada jaman kolonial Belanda, ketika Raja
Mataram mengirim surat pada pemerintah Hindia Belanda tertanggal 28 mei 1842,
yang isinya meminta agar pemerintah Hindia Belanda membangun jaringan jalan
kereta api di pulau Jawa. Setelah melalui proses yang cukup panjang akhirnya
usulan tersebut dikabulkan, dengan dikeluarkannya Gouverment Besluit No.1
tahun 1962 tanggal 28 agustus 1862 tentang penyerahan tanah serta pemberian
konsesi kepada N.V. Nederlands Indische Spoorweg (NIS) untuk membangun jalan
kereta api di Jawa Tengah yang disusul pengoperasian lintasan kereta api tertua
di Indonesia pada tanggal 17 juni 1868, yang secara de facto telah menghadirkan
kereta api di Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 6 april 1875 disahkanlah
Undang-Undang pembangunan jalan rel oleh pemerintah Hindia Belanda, yang
merupakan landasan de-jure pembangunan jaringan jalan kereta api di Jawa.
Tanggal 10 April 1869,
pemerintah Hindia Belanda mendirikan Staats Spoor (SS) dan membangun lintasan
Batavia—Bogor. Tanggal 16 April 1878, perusahaan negara ini membuka jalur
Surabaya—Pasuruan, dan pada tanggal 20 Juli 1879 dibukalah jalur Bangil—Malang.
Pembangunan terus berjalan hingga ke kota-kota besar seluruh Jawa terhubung
oleh jalur kereta api. Selain di pulau Jawa,
Staats Spoor juga mulai membangun jalur kereta api di luar Jawa seperti
di Sumatera dan sulawesi. Pada tanggal 12 Nopember 1876, Staats Spoorwegen
membangun jalur Ulele—Kutaraja (Aceh). Selanjutnya lintasan Palu Aer—Padang
(Sumatera Barat) pada Juli 1891, lintasan Telukbetung—Prabumulih (Sumatera
Selatan) tahun 1912, dan membangun jalur
Makasar—Takalar (Sulawesi) pada tanggal 1 Juli 1923. Di Sumatera Utara, NV. Deli
Spoorweg Mij juga membangun lintasan Labuan—Medan pada tanggal 25 Juli 1886.
Pada masa pemerintahan
Hindia Belanda, selain Staats Spoorwegen milik pemerintah, sudah ada 11
perusahaan kereta api swasta di Jawa dan satu perusahaan swasta di Sumatera.
Perusahaan-perusahaan kereta api swasta pada masa tersebut antara lain:
§ NV. Nederlandsch Indische
Spoorweg Mij.
- NV. Semarang Cheribon Spoorweg Mij.
- NV. Semarang Joana Stoomtram Mij..
- NV. Serajoe Dal Stoomtram Mij.
- NV. Oost Java Stoomtram Mij.
- NV. Kediri Stoomtram Mij.
- NV. Modjokerto Stoomtram Mij.
- NV. Malang Stoomtram Mij.
- NV. Paasuruan Stoomtram Mij.
- NV. Probolonggo Stoomtram Mij.
- NV. Madoera Stoomtram Mij.
- NV. Deli Spoorweg Mij.
Setelah NV Nederlandch Indische Spoorweg Mij (NISM) membangun jalur
kereta api antara Stasiun Samarang di Semarang dengan Tanggung yang mulai
dilalui kereta api pada tanggal 17 Juni 1868, belum didapat kepastian, pihak
mana yang harus melakukan pembangunan jalur kereta api. Sementara swasta selalu
berinisiatif untuk membangun jalur kereta api sesuai bisnisnya. Hal ini
terbukti dengan hadirnya 11 perusahaan kereta api milik swasta di pulau Jawa
dan 1 di pulau Sumatera. Dalam perkembangannya setelah
jalur kereta api swasta berkembang luas, ditetapkan bahwa pembangunan jalan kereta
adalah tanggung jawab pemerintah, yang dikoordinir oleh Gubernur Jenderal
setelah mendapat konsesi dari Ratu Wilhelmina.
Pada perkembangan selanjutnya, pembangunan jalan
kereta api di Jawa meningkat dengan pesat, setiap penyerahan tanah oleh
pemerintah dalam rangka pembangunan jalan kereta api selalu didasarkan pada
Staatsblad, sebagai contoh; Staatsblad. 1870 no.4 tentang pembangunan jalan
kereta api lintas Jakarta Kota –Bogor.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Indonesia
segera melakukan pengambil-alihan kekuasaan kereta api dari tangan penjajah,
yang mencapai puncaknya pada tanggal 28 september 1945 dengan ditandai oleh pengambil-alihan Balai Besar kereta api
di Bandung. Setelah perusahaan kereta api Negara (SS) dan perusahaan kereta api
swasta Verenigde Spoorwegbedrijf (VS) diambil-alih dari tangan pendudukan
Jepang, selanjutnya berdasarkan Maklumat Kementrian Perhubungan Republik
Indonesia no. 1/KA tanggal 23 oktober 1946 perusahaan kereta api dikelola
oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).
Setelah adanya
pengakuan kedaulatan pasca agresi militer Belanda, maka perusahaan kereta api
kembali dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Perhubungan, Tenaga dan Perkerjaan Umum Republik Indonesia
No. 2 tahun 1950 tertanggal 6 januari 1950, maka terhitung sejak tanggal 1
januari 1950 Djawatan Kereta Api Republik Indonesia dan SS serta VS digabung
menjadi Djawatan Kereta Api (DKA). Semua kekayaan, aset, hak-hak dan kewajiban
dari DKARI dan SS/VS mulai tanggal 1 januari 1950 menjadi milik DKA.
Dengan mulai berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria
pada tahun 1960 maka terjadi suatu perubahan fundamental pada Hukum Agraria di
Indonesia, terutama di bidang Hukum pertanahan. Perubahan tersebut bersifat
mendasar dan fundamental, karena baik mengenai struktur perangkat hukumnya,
mengenai konsepsi yang mendasarinya, maupun isinya, Undang-Undang Pokok Agraria
(UUPA) Harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi pula
keperluannya menurut permintaan jaman. Perubahan fundamental pun terjadi di
segala aspek yang menyangkut bidang Hukum pertanahan, termasuk tanah negara yang dikelola oleh
Badan Usaha Milik Negara. Dalam hal ini Djawatan Kereta Api (DKA) merupakan
satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang
perkeretaapian di Indonesia. Dengan demikian aset tanah dari Djawatan Kereta
Api tunduk terhadap ketentuan dalam UUPA.
Dalam Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA) terdapat dua macam status tanah, yaitu; tanah hak dan tanah negara. Apabila pengertian tanah negara menurut UUPA
dihubungkan dengan pengertian kekayaan negara menurut hukum perbendaharaan
negara, maka tanah negara itu ada yang kualitasnya sebagai tanah yang dikuasai
langsung oleh negara atau tanah negara
bebas, dan juga yang kualitasnya sebagai tanah pemerintah,
yaitu tanah negara yang merupakan kekayaan negara atau aset instansi
pemerintah. Apabila kita membicarakan tanah pemerintah, yang merupakan aset
instansi pemerintah, maka termasuk didalamnya aset Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Menurut hukum perbendaharaan negara, aset BUMN merupakan barang milik atau kekayaan negara yang
dipisahkan, dimana penguasaannya diserahkan kepada BUMN.
Dengan berbagai
pertimbangan, serta tuntutan jaman, DKA mengalami beberapa kali perubahan
status. Pada tahun 1963 berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1963 Djawatan Kereta Api (DKA)
diubah menjadi Perusahaan Negara
Kereta Api (PNKA). Pada
tahun 1971 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61
Tahun 1971 Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) diubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Pada tahun 1990 berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1990 Perusahaan Jawatan Kereta
Api (PJKA) diubah menjadi Perusahaan
Umum Kereta Api (PERUMKA).
Pada tahun 1998
Indonesia mengalami Krisis ekonomi, keberadaan BUMN sebagai sarana
pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia telah gagal. Kegagalan
BUMN inilah yang kemudian memicu pemerintah untuk mengambil kebijakan
privatisasi terhadap BUMN. PERUMKA sebagai salah satu BUMN di Indonesia tak
luput dari kebijakan privatisasi, dengan adanya Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 19 Tahun 1998 Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA) diubah menjadi
PT. Kereta Api Persero, hal ini merupakan langkah awal dari privatisasi.
PT. Kereta Api (persero) adalah salah satu BUMN yang
bergerak di bidang transportasi khususnya kereta api. Sesuai dengan uraian di
atas, maka aset PT. Kereta Api (persero) merupakan barang milik atau kekayaan negara yang dipisahkan.
bagaimana mindahin loko dari eropa ke jawa?
ReplyDeleteterus bikin relnya dimana?
lokomotif dan perangkat sarana perkeretaapian lainnya semua dibawa menggunakan kapal laut dari benua eropa ke Indonesia, sebagian besar rel kereta saat itu diproduksi di Belanda dan Jerman, bahkan hingga pasca kemerdekaan Indonesia masih menggunakan rel kereta api buatan Jerman tepatnya buatan pabrikan KRUPP Jerman
ReplyDelete