Setelah
proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia harus segera mengambil
alih kekuasaan kereta api dari Jepang. Di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta pengambil alihan kekuasaan kereta api dari Jepang dilakukan pada
tanggal 20 Agustus 1945. Di Jakarta dan Jawa Barat dilakukan tanggal 04
September 1945 dan hasil pengambil alihan kekuasaan kereta api di Jakarta dan
Jawa Barat ini disebar luaskan dengan surat kawat ke seluruh Jawa. Pengambil
alihan Balai Besar Kereta Api di Bandung dilakukan tanggal 28 September 1945,
yang kemudian tanggal tersebut dikukuhkan dan diperingati seyiap tahun sebagai
HARI KERETA API INDONESIA. Di Jawa Timur dan Aceh dilakukan tanggal 30
September 1945. Di Sumatera Selatan dan Lampung dilakukan pada tanggal 01
Oktober 1945. Di Sumatera Barat dilakukan pada tanggal 01 Oktober 1945. Di
Sumatera Utara dilakukan tanggal 03 Oktober 1945. Setelah perusahaan kereta api
negara (SS) dan perusahaan kereta api swasta (VS) diambil alih dari Jepang,
selanjutnya berdasarkan Maklumat Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Nomor 1/KA/ tanggal 23 Oktober 1946 perusahaan kereta api dikelola oleh Djawatan
Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).
Pada masa
perjuangan revolusi fisik dengan datangnya kembali Belanda bersama sekutu,
kekuasaan kereta api terpecah dua. Di daerah-daerah yang dikuasai oleh
Republik, kereta api dioperasikan oleh DKARI. Sedangkan di daerah-daerah yang
diduduki kembali oleh Belanda, kereta api dioperasikan oleh SS dan VS.
- DJAWATAN KERETA API (DKA)
Setelah terjadi pengakuan kedaulatan
Republik Indonesia, maka perusahaan kereta api dikuasai kembali oleh Pemerintah
Republik Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan, Tenaga dan
Pekerjaan Umum Republik Indonesia tanggal 6 Januari 1950 Nomor 2 Tahun 1950.
Dalam Surat Keputusan
Menteri Perhubungan, Tenaga dan Pekerjaan Umum Republik Indonesia tanggal 6
Januari 1950 Nomor 2 Tahun 1950
tersebut, tepatnya poin 1, dikemukakan bahwasanya perusahaan kereta api
yang ada pada saat itu yaitu DKARI yang dibentuk berdasarkan Maklumat Kementerian Perhubungan Republik
Indonesia Nomor 1/KA/ tanggal 23 Oktober 1946 dan StaatSpoor/SS-VS yang
merupakan bentukan pemerintah Belanda pasca agresi militer, digabung menjadi Djawatan Kereta Api (DKA).
Tempat kedudukan DKA ialah di
Bandung. Semua pegawai dan pekerja dari DKARI dan SS/VS, yang pada tanggal 31
Desember 1949 masih menjadi pegawai/pekerja dari DKA dan menjadi tanggungan
dari DKA. Semua kekayaan, hak-hak dan kewajiban dari DKARI dan SS/VS mulai
tanggal 1 Januari 1950 dialihkan kepada DKA.
Pada masa ini segala kebijakan perusahaan baik mengenai
kegiatan usaha, aset, maupun kegiatan operasionalnya masih digantungkan pada
Menteri Perhubungan, Tenaga dan Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Hal tersebut
dikarenakan bentuk perusahaan yang
berbentuk jawatan, yang merupakan organ dari departemen pemerintah dalam hal
ini Departemen Perhubungan, Tenaga dan Pekerjaan Umum Republik Indonesia
Pada tahun 1963 berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1963 Djawatan Kereta Api (DKA) diubah
menjadi Perusahaan Negara Kereta Api
(PNKA).
Perubahan
bentuk perusahaan tersebut dikarenakan perlu segera dilaksanakannya
Undang-Undang No. 19 Prp Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 No.59) tentang
Perusahaan Negara. Dimana terhadap
perusahaan-perusahaan milik Negara yang ada dibawah lingkungan Departemen
Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi dan Pariwisata tersebut, perlu didirikan suatu perusahaan Negara yang
berusaha dalam lapangan pengangkutan umum.
Undang-Undang
No. 19 Prp Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 No.59) tentang Perusahaan
Negara tersebut, sebagaimana terlihat pada bagian konsiderans menimbang
menyebutkan tentang; “ perlu segera diusahakan terlaksananya program umum
Pemerintah dibidang ekonomi sebagaimana digariskan dalam Manifesto Politik
Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959 mengenai keharusan diadakannya
reorganisasi dalam alat-alat produksi dan distribusi yang ditujukan kearah
pelaksanaan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945”, dengan kata lain pada saat
itu dirasakan sangat perlu adanya suatu Perusahaan Negara yang Kompeten di
Bidangnya, dalam hal ini perkereta-apian demi terlaksananya tujuan pasal 33
Undang-undang Dasar 1945.
Dengan
berlakunya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1963, maka
segala hak dan kewajiban, perlengkapan dan kekayaan serta usaha dari Djawatan
Kereta Api beralih kepada Perusahaan Negara Kereta Api. Dengan demikian segala
bentuk aset yang ada berada dibawah kekuasaan Perusahaan Negara Kereta Api,
dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Segala
kebijakan yang menyangkut aset serta kegiatan usaha sepenuhnya berada di tangan
menteri perhubungan, sedangkan direksi hanya sebagai pelaksana harian.
Tujuan
didirikannya PNKA adalah untuk turut membangun ekonomi nasional sesuai dengan
ekonomi terpimpin dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketenteraman serta
ketenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur
materiil dan spiritual.
Kegiatan
usaha perusahaan ialah melaksanakan pengangkutan di atas rel dengan tidak
menutup kemungkinan untuk melaksanakan pula pengangkutan dengan cara lain bila ini
dianggap perlu. Dalam masa ini belum dikenal adanya kegiatan usaha lain,
seperti pengelolaan aset tanah. Hal tersebut dikarenakan kewenangan atas aset
tanah negara berada di tangan menteri perhubungan, sehingga perusahaan tidak
memiliki kewenangan untuk mengelolanya.
3. PERUSAHAAN JAWATAN KERETA API (PJKA)
Pada tahun 1971 berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1971 Perusahaan Negara Kereta
Api (PNKA) diubah menjadi Perusahaan
Jawatan Kereta Api (PJKA).
Dalam
tingkat perkembangan sosial ekonomi masyarakat Indonesia saat itu, masih
dipandang perlu untuk membina perusahaan perkeretaapian agar jasa-jasa yang
dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka
diperlukan adanya pengalihan bentuk usaha Perusahaan Negara Kereta Api yang
didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1963 menjadi
Perusahaan Jawatan (PERJAN) sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 2 ayat
(1) jo. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 No.40) dengan segera.
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1969 menyebutkan:
“PERJAN adalah perusahaan
Negara yang didirikan dan diatur menurut ketentuan-ketentuan yang termaktub
dalam Indonesische Bedrivenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419) sebagaimana
yang telah beberapa kali dirubah dan ditambah”.
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1969, menyebutkan:
“Semua Perusahaan Negara yang
didirikan berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 yang akan
dialihkan kedalam bentuk PERJAN dan PERSERO sebagaimana yang dimaksudkan dalam
Pasal 2 ayat-ayat (1) dan (3) undang-undang ini ditetapkan dengan Peratuan
Pemerintah, dengan ketentuan bahwa kekayaan Negara yang telah tertanam dalam
Perusahaan negara yang bersangkuatn dapat dilanjutkan kegunaannya langsung
dalam perusahaan-perusahaan penggantinya itu”.
Dengan
dialihkannya bentuk usaha Perusahaan Negara Kereta Api menjadi Perusahaan
Jawatan (PERJAN) maka Perusahaan Negara Kereta Api dinyatakan bubar pada saat
berdirinya Perusahaan Jawatan (PERJAN).
Berdasarkan Pasal 3 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1971 tentang Pengalihan Bentuk Usaha
Perusahaan Negara Kereta Api Menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN) maka semua
usaha dan kegiatan, segenap pegawai atau karyawan beserta seluruh aktiva dan
passiva Perusahaan Negara Kereta Api beralih kepada Perusahaan Jawatan
(PERJAN). Pengalihan itu dilaksanakan dengan ketentuan bahwa susunan dan nilai
dari aktiva dan passiva Perusahaan Negara Kereta Api yang beralih kepada
Perusahaan Jawatan termaksud adalah sebagaimana yang tercantum dalam neraca
penutupan (likuidasi) Perusahaan Negara Kereta Api yang telah diperiksa oleh
Direktorat Akuntan Negara dan disahkan oleh Menteri Perhubungan.
Pada masa ini juga belum dikenal
adanya kegiatan usaha lain, seperti pengelolaan aset tanah. Hal tersebut
dikarenakan kewenangan atas aset tanah negara
masih berada di tangan menteri perhubungan serta tidak dijabarkannya
kegiatan usaha lain dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61
Tahun 1971 selain angkutan kereta api , sehingga perusahaan tidak memiliki
kewenangan untuk mengelolanya. Segala bentuk kebijakan yang menyangkut kegiatan
usaha harus mendapat persetujuan langsung dari menteri perhubungan.
4. PERUSAHAAN UMUM KERETA API (PERUMKA)
Pada tahun 1990 berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1990 Perusahaan Jawatan Kereta
Api (PJKA) diubah menjadi Perusahaan
Umum Kereta Api (PERUMKA).
Sebagai pengganti peraturan perundang-undangan produk Pemerintah Hidia Belanda
telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkereta Apian
dan Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta
Api.
Untuk lebih
meningkatkan pelayanan jasa angkutan kereta api kepada masyarakat dan mendorong
pengembangan usaha dalam menunjang pembangunan, maka Perusahaan Jawatan
(PERJAN) Kereta Api yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61
Tahun 1971, perlu dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Umum (PERUM)
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969.
Perusahaan Jawatan (PERJAN) Kereta Api
yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1971, dialihkan
bentuknya menjadi Perusahaan Umum (PERUM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969, dengan nama Perusahaan Umum (PERUM)
Kereta Api dan meneruskan usaha-usaha selanjutnya berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (PERJAN) Kereta Api Menjadi Perusahaan
Umum (PERUM) Kereta Api.
Dengan dialihkannya bentuk Perusahaan
Jawatan (PERJAN) Kereta Api menjadi Perusahaan Umum (PERUM), Perusahaan Jawatan
(PERJAN) Kereta Api dinyatakan bubar pada saat pendirian PERUM dengan ketentuan
segala hak dan kewajiban, kekayaan dan termasuk seluruh pegawai Perusahaan
Jawatan (PERJAN) Kereta Api yang ada pada saat pembubarannya beralih kepada
PERUM yang bersangkutan.
Maksud dan
tujuan dari Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api
adalah mengusahakan pelayanan jasa angkutan kereta api dalam rangka
memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang secara massal untuk
menunjang pembangunan nasional. Hal ini tercantum di dalam Pasal 6 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan
Jawatan (PERJAN) Kereta Api Menjadi Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan
(PERJAN) Kereta Api Menjadi Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api. Sifat usaha
dari Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api ini adalah menyediakan pelayanan bagi
kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolaan Perusahaan.
Yang menjadi lapangan usaha Perusahaan Umum (PERUM)
Kereta Api yaitu dengan mengadakan atau menyelenggarakan usaha-usaha sebagai
berikut :
a.
penyediaan,
pengusahaan dan pengembangan angkutan kereta api;
b.
usaha-usaha
lainnya yang dapat menunjang tercapainya tujuan Perusahaan Umum (PERUM) Kereta
Api yang ditetapkan dengan persetujuan Menteri termasuk pemanfaatan asset dan
fasilitas yang tersedia.
Perusahaan Umum (PERUM) Kereta
Api dapat mengadakan kerjasama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990
Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (PERJAN) Kereta Api Menjadi
Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api diatas, dijelaskan bahwasanya Perusahaan
Umum (PERUM) Kereta Api dapat melakukan usaha-usaha lainnya yang dapat
menunjang tercapainya tujuan Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api yang ditetapkan
dengan persetujuan Menteri termasuk pemanfaatan aset dan fasilitas yang
tersedia, hal tersebut memungkinkan Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api untuk
melakukan kegiatan usaha lainnya selain dari jasa angkutan kereta api. Pada
masa ini telah dimulai kegiatan usaha dibidang properti oleh Perusahaan Umum
(PERUM) Kereta Api, yang mana kegiatan usaha tersebut tetap menjadi kewenangan
menteri perhubungan sebagai wakil pemilik aset dan perusahaan hanya dapat mengusulkan.
Pada saat ini kewenangan mempropertikan aset tanahnya sangatlah terbatas, hal
ini karena apabila tidak berhubungan dengan kepentingan pelayanan jasa kereta
api maka hal tersebut tidaklah diperbolehkan.
5. PT. KERETA API (PERSERO)
Pada tahun 1998 berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1998 Perusahaan Umum Kereta
Api (PERUMKA) diubah menjadi PT. Kereta Api (Persero).
Dalam rangka untuk lebih meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha
perkeretaapian, maka Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api yang didirikan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990 perlu dialihkan bentuknya menjadi
Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1969. Sehubungan dengan hal tersebut, pengalihan bentuk Perusahaan Umum
(PERUM) Kereta Api menjadi Perusahaan Persero (PERSERO) maka ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan
Umum (PERUM) Kereta Api Menjadi Perusahaan Peseroan (PERSERO).
Dengan pengalihan
bentuk dari Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan
(PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api yang didirikan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990 dinyatakan bubar pada saat pendirian Perusahaan
Perseroan (PERSERO).
Didasarkan hal tersebut, maka segala hak dan kewajiban, kekayaan serta
pegawai Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api yang ada, pada saat pembubaran
Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api terjadi beralih semuanya kepada Perusahaan
Perseroan (PERSERO) yang bersangkutan.
Yang menjadi maksud dan tujuan Perusahaan Perseroan (PERSERO), tercantum
dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan
Bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api Menjadi Perusahaan Peseroan
(PERSERO), adalah untuk menyelenggarakan
usaha sebagai berikut:
a.
usaha pengangkutan orang dan barang dengan kereta api;
b.
kegiatan perawatan prasarana perkeretaapian;
c.
pengusahaan prasarana kereta api;
d.
pengusahaan usaha penunjang prasarana dan sarana kereta api.
Selain
kegiatan usaha diatas sebagiamana dimuat dalam Pasal
2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan
Umum (PERUM) Kereta Api Menjadi Perusahaan Peseroan (PERSERO), juga terdapat
rincian kegiatan usaha dalam pasal 3
ayat 2 Akta Pendirian Notaris Nomor 2 Tanggal 1 Juni 1999 oleh
Notaris Ny. Imas Fatimah. Akta Pendirian yang dibuat oleh Notaris Ny. Imas
Fatimah ini kemudian disahkan melalui Keputusan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: C-17171 HT.01.01.TH.99. Tentang
Pengesahan Akta Pendirian PT. Kereta Api Indonesia (Persero), L.N. Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 240, Tambahan Berita Negara R.I. Tanggal 14 Januari
2000 Nomor 4.
Salah satu hal yang menarik adalah bunyi dari pasal 3
ayat 2 huruf J Akta Pendirian Notaris Nomor 2 Tanggal 1 Juni 1999 oleh Notaris
Ny. Imas Fatimah, yang menyebutkan bahwa; “untuk mencapai maksud dan tujuan perseroan,
perseroan dapat melakukan kegiatan usaha pemamfaatan tanah, bangunan, fasilitas
dan jasa keahlian di bidang perkeretaapian” , dengan demikian PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) dapat melakukan diversifikasi usaha dibidang pertanahan
terhadap tanah negara yang dikelolanya. Dalam hal pelaksanaan kegiatan usaha di
bidang pengusahaan aset tanah, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) harus meminta
persetujuan para pemegang saham terutama pemerintah sebagai pemegang saham
terbesar yang diwakili oleh menteri negara BUMN. Setelah mendapatkan ijin dari
menteri yang bersangkutan, maka PT. Kereta Api (Persero) dapat mengajukan Hak
Pengelolaan ataupun Hak Pakai kepada Badan Pertanahan Nasional atas tanah
negara yang dikelolanya, diatas hak tersebut kemudian dapat diberikan hak lain
seperti Hak Guna Bangunan. Dengan adanya perubahan status menjadi PT. Persero
ini maka menjadi luaslah bidang usaha PT. Kereta Api Indonesia (Persero), tidak
lagi sebatas operator jasa angkutan kereta api.
Selanjutnya, sesuai dengan kriteria yang terdapat di
dalam Keputusan Presiden Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Jenis dan Kriteria
Perusahaan Perseroan Tertentu yang Dapat Dikecualikan dari Pengalihan
Kedudukan, Tugas, dan Wewenang Menteri Keuangan Selaku Pemegang Saham atau
Rapat Umum Pemegang Saham Kepada Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik
Negara yang kemudian
dikukuhkan oleh Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1999, PT. KA (Persero) tidak
termasuk ke dalam salah satu BUMN yang pembinaan maupun pengelolaannya
diserahkan kepada Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara. Dengan
kata lain, pembinaan dan pengelolaan PT. KA (Persero) pun tetap dipegang oleh Departemen
Perhubungan.
No comments:
Post a Comment